Loading...

Mimpi Besar Indra dan Campur Tangan Tuhan



Timnas U-19 kini bagai magnet yang menyedot perhatian pecinta sepak bola Indonesia. Diasuh Indra Sjafri, Evan Dimas dan teman-temannya, menyudahi dahaga prestasi sepak bola Indonesia sejak SEA Games 1991.

Prestasi diraih dengan cara bermain yang atraktif, laiknya tiki taka Barce­lona. Bukan hanya itu, Indra juga mam­pu mengelola anak asuhnya, sebagai grup penuh kesantunan.

Sebelum menghadapi Persijap U-21, Senin (17/2), di depan puluhan pelatih klub amatir di Jepara, Indra ber­bicara panjang lebar tentang kepelatihan, talenta, dan tentu sepak bola.

Pria kelahiran Painan, Sumbar, 2 Februari 1963 itu mengungkapkan mimpi besarnya, sepak bola Indonesia diperhitungkan di level dunia. Harapan tinggi masyarakat terkait masa depan Timnas U-19, bukanlah beban.

‘’Takut beban dan harapan tinggi masyarakat? Tidak. Saya justru ingin masyarakat berharap setinggi mungkin, bahkan ke Piala Dunia,’’ ujarnya.

Asa harus dirawat. Baginya, usaha yang sudah dilakukan maksimal, bila gagal, bukanlah sebuah aib. Harapan juga tidak tanggal begitu saja.

Perjuangan meraih asa, tidak berarti tanpa campur tangan Tuhan. Itu pula yang diya­kininya, saat menjuarai Piala AFF U-19 2013, dan merebut tiket Piala Asia dengan menekuk Korsel.

‘’Saya banyak dosa dan saya juga bu­kan seorang ustadz. Namun keya­kin­an dalam setiap usaha ada perto­long­an Tuhan, selalu saya pegang selama saya di timnas ini,’’ tutur mantan ke­pa­la Kantor Pos di daerah kelahirannya itu.

Nilai Sportivitas

Sepak bola menurutnya bukan me­lulu soal kalah dan menang, namun ter­penting penanaman nilai-nilai spor­tivitas. Sportivitas bisa diterjemahkan dalam berbagai ragam, misalnya kesantunan.‘’Nilai itu bisa ditanamkan, seperti santun ke diri sendiri, ke pelatih, juga ke Tuhan,’’ katanya.

Usai Tur Nusantara, Timnas U-19 akan menjalani tur ke Timur Tengah, yang didahului umrah di Tanah Suci. Setelah itu mereka bertolak ke Eropa, sebelum kembali ke Indonesia. Ber­bagai uji coba dilakukan guna memenuhi harapan publik, berjaya di Piala Asia Oktober 2014 di Myanmar.

Selain membesut Timnas U-19, Indra juga aktif sebagai FIFA/AFC Grassroots Instructure. Menjadi instruktur sepak bola akar rumput, merupakan kesempatan melihat banyak talenta muda.

Menurut Indra, di depan puluhan pelatih amatir yang menyimak pandangannya, pelatih SSB merupakan pendidik yang lebih mulia, ketimbang pelatih sepertinya atau pelatih klub-klub profesional. Pesepakbola belia yang mempunyai talenta, mesti diasah oleh pelatih SSB yang berkompeten.

Indra sadar, banyak SSB dan klub-klub amatir yang diasuh pelatih tanpa lisensi. Hal itu berpengaruh pada masa depan sepakbola nasional. Dia berharap PSSI dan pihak-pihak terkait, membuat banyak pelatihan agar para pelatih berlisensi.

Mantan pelatih PSP Padang tersebut, membandingkan kondisi di Indo­nesia dengan Jepang. Di Negeri Saku­ra, kini terdapat lebih 61.000 pelatih berlisensi. Di Indonesia baru sekitar 3.000 pelatih bersertifikat, dan kurang 30 orang yang berlisensi A dari AFC.

‘’Kalau FIFA menerapkan syarat pelatih timnas harus berlisensi A dari FIFA, maka saat ini tak satu pun pelatih dari Indonesia yang bisa melatih timnas negaranya sendiri,’’ jelas Indra.

Sebagai instruktur sepak bola akar rumput, ia menyoroti pentingnya lisensi bagi pelatih SSB. Alasannya mereka bensetuhan langsung dengan pese­pak bola usia dini. Karena sumber daya manusia, masih banyak pelatih yang menempatkan anak sebagai orang dewasa berukuran mini.

‘’Di akar rumput, sepak bola di dunia anak itu hiburan dan sesuatu yang menyenangkan. Tapi di SSB, banyak pelatih yang main bentak,’’ kritik Indra. (Muhammadun Sanomae-93)
Eksklusif 8309534628094797175

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

Follow Us


History

Official Jersey

Archive