Loading...

Tanpa Sepak Bola, Jepara Garing


Oleh : Muhammadun Sanomae

KABUPATEN Jepara bisa dibilang sebagai salah satu daerah di Jateng yang menjadi produsen para pemain sepak bola. Selain memasok banyak atlet sepak takraw ke timnas sejak era 1990-an hingga sekarang, Kota Ukir juga tak henti menelurkan para pesepak bola andal sejak era 1970-an hingga saat ini. Kultur Jepara memang lekat dengan dunia sepak bola.

”Rasanya garing kalau di Jepara ini tak ada Persijap. Ini menjadi kebanggaan, sekaligus hiburan. Apa pun akan ditempuh masyarakat untuk mempertahankannya,” kata Zaenur Rohman, salah seorang sesepuh suporter Persijap.

Lontaran pria asal Desa Mantingan Kecamatan tahunan itu didukung sejarah dan kenyataan-kenyataan di berbagai sudut desa di Jepara. Fans Persijap yang menyebar di semua desa ”berteriak” ketika persiapan tim menyongsong kompetisi sedikit terlambat. Atau, sebut saja mereka mendengar kabar tim sedang bingung karena pendanaan. Apa pun mereka tempuh. Dunia suporter sepak bola di Jepara sudah menggeliat sejak era 1970-an, walau baru membentuk organisasi pada awal 2000-an. Nurjamil, kiper Persijap era 1980-an menjadi salah satu saksi bagaimana penyatuan emosi tim dengan pendukungnya itu pada 1970-an di markas lama, Stadion Kamal Djunaidi.

Diperhitungkan

Jauh hari sebelum itu, yakni pada era 1950-an, klub-klub yang menjadi cikal bakal lahirnya Persijap juga diperhitungkan daerah lain. H Supani, warga Desa Kecapi Kecamatan Tahunan, salah satu saksi mata sekaligus pemain pada era itu bahkan menyebut warga rela menyisihkan sedikit uang hasil pekerjaannya sehari-hari untuk menyokong keperluan latihan. ”Pesisir Jepara ini dulu banyak tambak garam. Hasil dari olahan garam para petambak garam sebagian untuk urunan bal-balan,” ujar pria yang berusia hampir 80 tahun itu.

Kalau dirunut sejarahnya, pasang surut geliat Persijap memang dipengaruhi kekuatan finansial. Tetapi di setiap masanya, jalan keluar itu selalu ada dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Mulai dari urunan gaya sepak bola tarkam pada masa-masa awal, sokongan APBD di era 2000-an, hingga sejarah pertama lewat rencana topangan murni roda bisnis pada musim 2011/2012 nanti. Jalan keluar itu mustahil ada tanpa kultur masyarakatnya yang sudah ”dimabuk” sepak bola.

Pekan-pekan ini, adalah masa-masa transisi klub berjuluk Laskar Kalinyamat itu berhijrah dari klub pelat merah ke pelat hitam, atau dari pangkuan dana APBD ke badan usaha swasta. Jalan keluar itu melalui proses panjang, hampir empat tahun. Mulai 2007, APBD untuk Persijap terus ditekan jumlahnya hingga 2011, dengan terus mencari upaya sumber dana swasta. Setelah diskusi panjang suporter dan pengurus klub, akhirnya jalur yang ditempuh adalah merger dengan PT Bogor Raya, badan usaha milik klub Bogor Raya yang beberapa waktu lalu berkiprah di Liga Primer Indonesia (LPI).

Itu karena biaya kompetisi butuh uang belasan miliar rupiah, sehingga langkah merger ditempuh. ”Karena berbagai kendala, langkah cepat dan realistis ya merger itu. Ini bagian dari upaya mempertahankan klub karena masyarakat menunggunya,” kata Ketua Umum Persijap Ahmad Marzuki. (47)
Supporter 8096329479260435210

Posting Komentar

  1. pertamax
    pertamax

    BalasHapus
  2. Xan msh hrs belajar byk dg sesepuh Xan (PSIS SEMARANG) karna Xan msh jd pipisnya (uyuhe) Chemarank. jgn cepat bangga dgn prestasi yg smentara dan tak prnh jd juara. skg Xan KUALAT...(!) krna kmrn brani nglunjak sm sesepuhmu (PSIS SEMARANG).

    BalasHapus
  3. PSIS semarang iku sopo ?? hahaha ..

    Chemaranx iku opo ?? hahaha ..

    sesepuh kok orak dewasa blas .. seharusnya mbahe (PSIS) belajar dari suporter persijap ..

    BalasHapus

emo-but-icon

Beranda item

Follow Us


History

Official Jersey

Archive