Profil Pelatih Persijap; Junaidi
http://www.persijap.or.id/2010/01/profil-pelatih-persijap-junaidi.html
Junaidi, Pelatih yang Bertahan di Tengah Kesederhanaan Persijap
Jauh dari Keluarga, Suka Bergaul dengan Pemain
Menjadi pelatih di tim kecil memang tidak mudah. Tapi, Junaidi mampu bertahan bersama Persijap Jepara selama dua musim. Apa rahasianya?
SIDIK MAULANA TUALEKA, Jepara
---
RUMAH petak di Jalan Mangunsarkoro 12 A, Jepara, tersebut tidak besar. Ukurannya hanya sekitar 8 x 8 meter. Tidak hanya itu, saking sempitnya, rumah tersebut nyaris tak berhalaman. Itu memaksa penghuninya memanfaatkan teras rumah dengan lebar 1 meter sebagai pekarangan bunga.
Kecil memang. Tapi, kondisi tersebut harus diterima Junaidi, pelatih yang saat ini menangani Persijap Jepara. Tim penuh dengan kesederhanaan yang saat ini berlaga di Indonesia Super League. Disebut sederhana karena untuk mengarungi satu musim kompetisi, tim itu hanya menerima dana dari APBD sebanyak Rp 5 miliar.
"Ini adalah risiko dari tugas. Sebab, tidak hanya tentara yang mengalami hal ini di medan perang, tapi juga pelatih sepak bola," ujar Junaidi.
Malah, untuk membayar gaji pemain saja, para pengurus Persijap yang rata-rata dari birokrat Jepara itu terpaksa mengikat perut demi menyelamatkan tim. Tiap bulan mereka terpaksa mengambil dana talangan Rp 400 juta dari bank untuk menutupi kebutuhan tim.
Jadi, secara otomatis Junaidi juga harus rela hidup dalam kondisi serbasederhana. Sebab, sejak dari awal, seluruh komponen Persijap, yakni pelatih, asisten pelatih, maupun pemain, telah dimintai komitmennya agar kesejahteraan tidak dijadikan sebagai masalah.
"Semua itu tetap saya terima. Toh, besar dan kecil penghasilan itu tergantung dari seberapa besar pengeluaran kita," tutur ayah Juana Marselita, M. Reza Pahlevi, dan M. Al Rizky Ananda tersebut.
Selain bergulat dengan kesederhanaan itu, Junaidi harus rela hidup dalam kesendirian. Sebab, selama mengemban tugas sebagai pelatih Persijap, Junaidi tinggal sendirian di Jepara. Istri dan ketiga anaknya tinggal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
"Alhamdulillah, komunikasi kami lancar. Sehingga, meskipun jauh secara jarak, saya masih bisa memantau kondisi dan pergaulan anak-anak dengan maksimal," terangnya.
Bagi Junaidi, melatih tim kecil dengan modal pas-pasan mempunyai tantangan tersendiri. Selain mengatur strategi permainan, tugas Junaidi ialah menjadi motivator tim.
Sebab, kondisi Laskar Kalinyamat -julukan Persijap- yang penuh dengan kesederhanaan membuat pemainnya sangat mudah kehilangan semangat berlatih. Belum lagi godaan dari luar -yang mengajak pemainnya bergabung bersama tim lain yang lebih menjanjikan kesejahteraan hidup- kerap kali berdatangan.
"Awalnya memang demikian. Kami harus menjalani semua ini atas dasar cinta pada sepak bola. Bukan untuk mencari keuntungan pribadi semata," ujar mantan asisten pelatih Persiba Balikpapan itu.
Jangankan pemain, dirinya pun sempat tergoda. Dengan alasan ingin memperbaiki kesejahteraan keluarga, Junaidi sempat kepincut untuk melamar sebagai pelatih di Persebaya Surabaya. "Tapi, saya terpaksa urungkan niat untuk ke sana setelah mendengar Danurwindo telah merapat lebih dulu," jelas pelatih yang mengantongi sertifikat pelatih lisensi A pada 2000 itu.
Nah, untuk mencegah adanya kejenuhan tersebut, Junaidi mempunyai trik khusus, yakni bergaul bersama pemain. Sebab, dengan begitu, dia mampu mengetahui kondisi mental pemain secara langsung.
"Pelatih itu bukan hanya di lapangan. Tapi juga harus mampu memahami kondisi pemain saat di luar lapangan," tegas suami Pedianarty tersebut.
Menurut dia, membangun komunikasi dengan pemain sangat membantu untuk membangun kerja sama tim di lapangan nanti. Sebab, lanjut dia, banyak pelatih yang instruksinya tidak diterapkan dengan baik oleh pemain akibat minimnya komunikasi saat di luar lapangan. "Kejenuhan itu pasti akan ada dan kami tidak bisa menafikannya. Tapi, kami punya cara untuk meminimalkan itu," ungkap Junaidi. (diq-jawapos)
Image : Isdi3
Jauh dari Keluarga, Suka Bergaul dengan Pemain
Menjadi pelatih di tim kecil memang tidak mudah. Tapi, Junaidi mampu bertahan bersama Persijap Jepara selama dua musim. Apa rahasianya?
SIDIK MAULANA TUALEKA, Jepara
---
RUMAH petak di Jalan Mangunsarkoro 12 A, Jepara, tersebut tidak besar. Ukurannya hanya sekitar 8 x 8 meter. Tidak hanya itu, saking sempitnya, rumah tersebut nyaris tak berhalaman. Itu memaksa penghuninya memanfaatkan teras rumah dengan lebar 1 meter sebagai pekarangan bunga.
Kecil memang. Tapi, kondisi tersebut harus diterima Junaidi, pelatih yang saat ini menangani Persijap Jepara. Tim penuh dengan kesederhanaan yang saat ini berlaga di Indonesia Super League. Disebut sederhana karena untuk mengarungi satu musim kompetisi, tim itu hanya menerima dana dari APBD sebanyak Rp 5 miliar.
"Ini adalah risiko dari tugas. Sebab, tidak hanya tentara yang mengalami hal ini di medan perang, tapi juga pelatih sepak bola," ujar Junaidi.
Malah, untuk membayar gaji pemain saja, para pengurus Persijap yang rata-rata dari birokrat Jepara itu terpaksa mengikat perut demi menyelamatkan tim. Tiap bulan mereka terpaksa mengambil dana talangan Rp 400 juta dari bank untuk menutupi kebutuhan tim.
Jadi, secara otomatis Junaidi juga harus rela hidup dalam kondisi serbasederhana. Sebab, sejak dari awal, seluruh komponen Persijap, yakni pelatih, asisten pelatih, maupun pemain, telah dimintai komitmennya agar kesejahteraan tidak dijadikan sebagai masalah.
"Semua itu tetap saya terima. Toh, besar dan kecil penghasilan itu tergantung dari seberapa besar pengeluaran kita," tutur ayah Juana Marselita, M. Reza Pahlevi, dan M. Al Rizky Ananda tersebut.
Selain bergulat dengan kesederhanaan itu, Junaidi harus rela hidup dalam kesendirian. Sebab, selama mengemban tugas sebagai pelatih Persijap, Junaidi tinggal sendirian di Jepara. Istri dan ketiga anaknya tinggal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
"Alhamdulillah, komunikasi kami lancar. Sehingga, meskipun jauh secara jarak, saya masih bisa memantau kondisi dan pergaulan anak-anak dengan maksimal," terangnya.
Bagi Junaidi, melatih tim kecil dengan modal pas-pasan mempunyai tantangan tersendiri. Selain mengatur strategi permainan, tugas Junaidi ialah menjadi motivator tim.
Sebab, kondisi Laskar Kalinyamat -julukan Persijap- yang penuh dengan kesederhanaan membuat pemainnya sangat mudah kehilangan semangat berlatih. Belum lagi godaan dari luar -yang mengajak pemainnya bergabung bersama tim lain yang lebih menjanjikan kesejahteraan hidup- kerap kali berdatangan.
"Awalnya memang demikian. Kami harus menjalani semua ini atas dasar cinta pada sepak bola. Bukan untuk mencari keuntungan pribadi semata," ujar mantan asisten pelatih Persiba Balikpapan itu.
Jangankan pemain, dirinya pun sempat tergoda. Dengan alasan ingin memperbaiki kesejahteraan keluarga, Junaidi sempat kepincut untuk melamar sebagai pelatih di Persebaya Surabaya. "Tapi, saya terpaksa urungkan niat untuk ke sana setelah mendengar Danurwindo telah merapat lebih dulu," jelas pelatih yang mengantongi sertifikat pelatih lisensi A pada 2000 itu.
Nah, untuk mencegah adanya kejenuhan tersebut, Junaidi mempunyai trik khusus, yakni bergaul bersama pemain. Sebab, dengan begitu, dia mampu mengetahui kondisi mental pemain secara langsung.
"Pelatih itu bukan hanya di lapangan. Tapi juga harus mampu memahami kondisi pemain saat di luar lapangan," tegas suami Pedianarty tersebut.
Menurut dia, membangun komunikasi dengan pemain sangat membantu untuk membangun kerja sama tim di lapangan nanti. Sebab, lanjut dia, banyak pelatih yang instruksinya tidak diterapkan dengan baik oleh pemain akibat minimnya komunikasi saat di luar lapangan. "Kejenuhan itu pasti akan ada dan kami tidak bisa menafikannya. Tapi, kami punya cara untuk meminimalkan itu," ungkap Junaidi. (diq-jawapos)
Image : Isdi3
terimakasih bang jun dan semua pemain ataz peng0rbanan dan kesetiaan kalian terhadap persijap jepara
BalasHapus