Loading...

PSSI Rayakan Ulang Tahun Ke-80 Hari Ini



Belum Ada Tanda-Tanda Perubahan

Catatan : Sidiq Prasetyo, Wartawan Jawa Pos

BANYAK yang sudah lupa bahwa 19 April adalah Hari Ulang Tahun PSSI. Paling-paling, mereka tahu setelah media massa memberitakan para pengurus PSSI mendatangi makam para tokoh bola serta beberapa mantan ketua umum induk organisasi sepak bola Indonesia tersebut.

Kalau tidak, ya dari kegiatan pengurus PSSI yang merayakan hari jadi organisasinya. Setiap kita ingat bahwa PSSI sudah tambah usia, yang ada dalam benak kita, kemajuan apa yang sudah digapai dan apa yang bisa dibanggakan.

Banyak masyarakat Indonesia kini lebih peduli pada klub mancanegara. Bisa jadi itu merupakan bentuk kekecewaan kepada timnas Indonesia yang semakin lama prestasinya semakin redup.

Yang paling bisa dikedepankan adalah sukses Indonesia menahan tim kuat Uni Soviet di Olimpiade 1956 ataupun sukses meraih emas di SEA Games 1991 dan 1997. Untuk yang terbaru, be­­lum ada. Hanya mengungkit sejarah yang se­lalu didengungkan.

Jangankan berharap lolos Olimpiade, juara SEA Games saja sudah susahnya minta ampun. Bahkan, dalam SEA Games terakhir 2009 di Laos, Indonesia harus mengakui ketangguhan Laos. Padahal, Laos dulu merupakan negara yang selalu menjadi lumbung gol dalam setiap pesta olahraga multieven bangsa-bangsa Asia Tenggara tersebut.

Tapi, kini semuanya seakan berbalik. Para penggawa Merah Putih seakan diajari main bola oleh para pemain Laos. Meski, Indonesia ditangani pelatih asal negara yang kuat sepak bolanya, Uruguay. Kegagalan tersebut melengkapi duka tim U-19 Indonesia yang babak belur di kandang dalam penyisihan Piala Asia. Kalah dengan skor besar sudah biasa diterima. Pelatih dari luar ne­geri dengan ilmu sepak bola modern pun tiada artinya jika menangani timnas Merah Putih.

Itu juga berlaku di tim senior. Prestasi terus lolos di Piala Asia sejak 1996 pun putus. Merah Putih hanya menjadi juru kunci grup D dengan tak pernah menang selama enam kali penampil­annya. Meski untuk hasil juru kunci pun, tak sedikit uang yang harus dikeluarkan.

Kondisi itu belum membuat PSSI tersadar dari tidur panjangnya. Kompetisi yang seharusnya menjadi tempat penggodokan pesepak bola nasional seakan mandul dan tak memberikan output yang bisa dibanggakan. Ungkapan susahnya mencari 11 pesepak bola dari ratusan juta penduduk sudah biasa dilontarkan.

Kekerasan dan permainan nonteknis lebih berada di muka daripada prestasi internasional. Setiap tim kalah, yang ada hanya menuding wasit yang membuat mereka kalah.

Kalau itu benar terjadi, sia-sialah para pemain berlatih. Lebih baik hanya mengandalkan wasit karena latihan sekeras pun akan sia-sia. Mafia dalam sepak bola Indonesia pun nyaring terdengar. Tapi, saat disuruh menunjukkan siapa mereka, seolah bingung harus mengarah kepada siapa.

Untuk out put, wakil Indonesia di ajang Liga Champions Asia, Persipura Jayapura, belum juga memetik kemenangan. Anak asuh Jacksen F. Tiago tersebut menjadi lumbung gol bagi Jeonbuk Motors (Korsel), Kashima Antlers (Jepang), dan Changchun Yatai (Tiongkok).

Dalam bidang organisasi dan kepengurusan, muncul harapan dengan diadakannya Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) di Malang akhir Maret lalu. Akumulasi kekecewaan kepada kepengurusan PSSI pun siap meletus di Kota Dingin tersebut.

Tapi, apa yang terjadi? Semua rumusan yang dihasilkan seakan memandulkan semangat perubahan yang begitu menggelora. Nurdin Halid tetap berada di kursi ketua umum. Asa membangun sepak bola dengan mengawalinya mengganti Nurdin pun lenyap terbawa angin.

Kita pun berharap semangat membangun sepak bola nasional tidak pernah padam. Perhatian dan kritik kepada pengurus tetap selalu ditunggu sebagai pengingat bahwa negara yang pernah menjadi Macan Sepak Bola Asia ini masih bisa bangkit. (*)
Super Liga 5419911886629875535

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

Follow Us


History

Official Jersey

Archive