Penerapan Lima Aspek Prasyarat ISL di Kompetisi Musim Kedua
http://www.persijap.or.id/2009/12/penerapan-lima-aspek-prasyarat-isl-di.html
Malah Terkesan Longgar
Indonesia Super League (ISL) kini memasuki musim keduanya. Seiring dengan berjalannya waktu, apakah ada perkembangan berarti dalam penerapan lima aspek yang menjadi prasyarat mengikuti ISL?
---
UNTUK bisa tampil di Indonesia Super League (ISL), 18 klub yang berlaga di dalamnya tidak cukup hanya mengandalkan prestasi tim. Apalagi bagi tim promosi, menggenggam tiga tiket promosi dari Divisi Utama saja belum cukup. Ada syarat lain yang ditetapkan PT Liga Indonesia (PT LI) selaku regulator kompetisi ISL.
Syarat tersebut pun tidak sedikit. Ada lima aspek utama. Lima aspek tersebut terkait dengan infrastuktur, legal, finansial, personal dan administrasi, serta aspek supporting.
Aspek infrastruktur meliputi kelayakan lapangan, kualitas ruang-ruang stadion, keamanan stadion, dan lampu stadion yang harus mencapai 1.200 luks. Aspek legal terkait dengan badan hukum klub. Sedangkan finansial tentu berhubungan dengan segala hal tentang keuangan klub.
Sementara itu, aspek personal dan administrasi menyangkut kelengkapan ofisial serta kesekretariatan klub. Salah satu contohnya, pelatih harus berlisensi A. Satu aspek lagi adalah supporting. Misalnya, setiap klub wajib memiliki tim U-21.
Jika lima aspek tersebut terpenuhi, klub tersebut akan mendapat lisensi klub profesional. Dengan lisensi itu, klub baru bisa benar-benar menggenggam tiket untuk berlaga di ISL.
Nah, pada tahun ini, ISL telah berada di musim keduanya. Seiring dengan berjalannya waktu, seharusnya ada progres dalam penerapan lima aspek tersebut. Lantas, bagaimana kenyataan di ISL 2009-2010 yang menjadi ISL edisi kedua ini? Benarkah ada progres berarti atau malah sebaliknya?
"Saya tidak tahu pasti apakah penerapan lima aspek tersebut lebih ketat atau lebih longgar musim ini? Tapi, menurut pengamat saya, masih banyak hal yang kurang," sebut Rahim Soekasah, manajer Pelita Jaya Karawang.
Dia mencontohkan kualitas lapangan. Dari sudut pandangnya, tidak ada kemajuan berarti dalam hal tersebut. Menurut dia, malah ada beberapa stadion yang kualitas lapangannya menurun. PT LI sendiri pernah menyebut kualitas lapangan Stadion Surajaya, Lamongan, dan Stadion Pendidikan, Wamena, dalam kategori tersebut.
Hal itu jelas ironis. Sebab, aspek infrastruktur adalah fokus PT LI pada ISL musim pertama lalu. "Kalau seperti itu, penerapannya tambah ketat atau longgar? Saya tidak bisa bicara. Yang jelas, harapan itu masih jauh," kata Rahim.
Secara kasatmata, penerapan lima aspek tersebut memang terkesan agak longgar. Klub tidak lagi menggebu dalam mematuhi lima aspek yang diprasyaratkan PT LI. Di sisi lain, PT LI tampak lesu untuk menegakkannya.
Banyak hal yang menjadi contoh akan hal itu. Tengok saja tindakan Persija Jakarta, Persisam Samarinda, dan Bontang FC. Tiga tim tersebut mbalelo dalam menjalankan tim U-21. Persija U-21 gagal menyelenggarakan pertandingan kontra PSPS Pekanbaru U-21 pada 5 Desember 2009. Persisam dan Bontang FC lebih parah lagi. Persisam U-21 dan Bontang FC U-21 tidak berangkat ke Wamena untuk melakoni laga melawan Persiwa Wamena U-21.
Contoh lainnya adalah dalam pemenuhan lisensi pelatih. Secara nyata, ada tiga tim yang mencoba nakal dalam menjalankannya. Yaitu, Persitara Jakarta Utara, Persiba Balikpapan, dan Persiwa Wamena. Ketiganya terkesan hanya menunjuk pelatih berlisensi A untuk menggugurkan kewajiban administrasinya. Sebab, dalam praktiknya, mereka mengandalkan tenaga pelatih yang belum berlisensi A.
Dari aspek legal pun belum tampak kemajuan berarti. Bahkan, ada kemunduran yang ditunjukkan Persija. PT Persija Jaya yang menjadi badan hukum tim asal ibu kota tersebut malah tidak aktif.
Dari aspek finansial, apa yang mencuat dari markas Arema Malang jelas menjadi bukti longgarnya penerapan lima aspek itu. Sebagaimana diberitakan beberapa hari lalu, sejumlah pemain dan pelatih Arema mengancam tidak melanjutkan kompetisi. Mereka melakukan itu karena merasa haknya belum dipenuhi.
Mencuatnya kasus tersebut tentu menggambarkan betapa longgarnya aturan. Jika PT LI benar-benar menajamkan pisaunya dalam menerapkan aturan aspek finansial, tentu kejadian yang timbul di Arema tidak bakal mencuat.
"Kami harus mengakui bahwa secara kuantitatif memang menurun. Memang terkesan ada kelonggaran. Yang kami tangkap, teman-teman klub seolah-olah sudah nyaman dengan lisensi yang telah didapatkannya," ungkap Joko Driyono, CEO PT LI. (Miftakhul Faham Syah/diq)
Butuh Sentilan Media
PT Liga Indonesia tidak memungkiri bahwa ada penurunan dalam penerapan lima aspek yang menjadi prasyarat tampil di Indonesia Super League (ISL). Regulator kompetisi itu bahkan menangkap adanya penurunan spirit tersebut sejak awal ISL musim 2009-2010 dilangsungkan.
PT Liga Indonesia melihat bahwa mayoritas klub tidak lagi bernafsu untuk meningkatkan performa yang dicapai pada musim pertama ISL edisi pertama. "Ini masalah pskilogis. Umumnya setiap ada uji kepantasan untuk jangka lima tahun, pada tahun pertama klub pasti berlomba-lomba untuk bagus. Tapi, tahun berikutnya menurun," sebut Joko Driyono, CEO PT Liga Indonesia.
Nah, hal itulah yang menurut pria asal Ngawi tersebut terjadi pada klub-klub kontestan ISL. Joko melihat gejala bahwa klub seakan-akan sudah cukup puas dengan lisensi klub profesional yang telah digenggamnya. Masa berlaku lisensi itu dua tahun.
PT Liga Indonesia menilai, karena klub sudah puas, mereka menjadi tidak begitu bersemangat. Tidak seperti pada saat verifikasi ISL edisi pertama hendak dilaksanakan.
"Saat itu semua klub berjibaku untuk tampil bagus. Semua berusaha untuk memenuhi lima aspek tersebut dengan sebaik-baiknya. Waktu itu, semangatnya begitu menyala," ujar Joko.
Namun, begitu sudah merasa nyaman, semangatnya menurun. Apalagi, lanjut Joko, media juga tidak lagi memberi perhatian seperti saat verifikasi di ISL edisi pertama.
"Dulu kan perhatian teman-teman media, baik nasional maupun daerah, begitu besar. Nah, sekarang kan agak kurang. Karena itu, agar semangat ini kembali naik dan tidak lagi terkesan longgar, perhatian dan sentilan media dibutuhkan," ucap Joko. (fim/diq)