Gelora Bumi Kartini, Napas Baru Persijap
| |
Persijap Jepara akan memasuki era baru. Musim 2008, tim pesisir paling utara Pulau Jawa ini akan menjadi satu dari 18 klub peserta kompetisi sepakbola nasional paling elite, Superliga. Prestasi terbaik sejak klub berdiri pada 1954 itu disambut dengan berbagai persiapan. Berikut laporannya.
SALAH satu persiapan yang dilakukan adalah menuntaskan pembangunan stadion Gelora Bumi Kartini (GBK) Jepara, agar bisa menjadi rumah baru tim berjuluk Laskar Kalinyamat, saat menjejak ke Superliga yang rencananya digelar mulai Juli mendatang. Berfungsinya GBK akan menandai perpisahan Persijap dengan Stadion Kamal Djunaidi yang menjadi markas besar penuh pernik sejarah selama lebih dari setengah abad.
Stadion Kamal Djunaidi awalnya adalah asrama tentara Deidan Jepang saat menduduki Tanah Air pada 1943. Setelah tentara Jepang hengkang dari Indonesia, asrama itu dibongkar. Klub-klub embrio Persijap ketika itu telah menjamur dan Sinar Laut Demaan yang diperkuat kaum nelayan adalah salah satunya. Bekas asrama tersebut lantas dijadikan lapangan. Sebelas tahun kemudian, lapangan itu menjadi home base Persijap.
Pasang surut prestasi pun dialami klub itu. Kevakuman kompetisi pada 1960-an akibat terganggunya stabilitas nasional ikut mewarnai perjalanan klub itu. Pada 1973, Persijap menjuarai Piala Makutarama setelah menang 1-0 atas Persipa Pati di Stadion Salatiga.
Kamal Djunaidi, pemain Persijap ketika itu, mencetak gol semata wayang, namun meninggal di tengah lapangan karena sambaran petir. Namanya ditahbiskan menjadi nama stadion markas timnya dan melegenda hingga sekarang.
Fanatisme dan kecintaan suporter Jepara terbangun di era ini. Sembilan tahun kemudian, Persijap yunior yang juga bermarkas di Kamal Djunaidi memboyong Piala Suratin, lambang supremasi kompetisi sepakbola remaja nasional di bawah kepelatihan Lasidin.
Saat itu tim senior berkiprah di Divisi II, hingga akhirnya promosi ke Divisi I pada 1992. Untuk kali kedua Piala Suratin kembali ke Kota Ukir, ketika tim ditangani Pelatih Yudi Suryata pada 1998. Tiga tahun kemudian, Stadion Kamal Djunaidi menjadi saksi promosi Persijap ke Divisi Utama atau setahun sebelum yuniornya untuk kali ketiga merebut kembali Piala Suratin di bawah tangah dingin Yudi Suryata. Namun setelah itu tim terdegradasi.
Dalam sejarah, Persipura Jayapura yang menjadi tim elit, selalu kalah di Kamal Djunaidi. Bermain tiga kali, pada 2001, 2005, dan 2007 Mutiara Hitam selalu kalah 0-2. Rusuh penonton pernah terjadi, ketika Persijap kalah 0-3 dari Persebaya pada 2001. Hal yang sama juga terjadi pada 2006 saat bermain imbang dengan PSIS Semarang. Dan, tim di bawah Manajer Edy Sujatmiko dan Pelatih Yudi Suryata pada akhir 2007 itu meraih tiket Superliga 2008.
Kamal Djunaidi yang hanya berkapasitas 12.000 penonton dan terbatasnya sarana pendukung, tak memenuhi standar Konfederasi Sepakbola Asia (AFC) sebagai tempat digelarnya laga Superliga. Tak pelak, Stadion GBK yang dibangun sejak 2004 di Kelurahan Ujungbatu, sekitar 900 meter dari pusat kota menjadi pilihan utama. Dana Rp 12,5 miliar dikucurkan dari APBD 2008 untuk menuntaskan pembangunan. Dulu kawasan pinggir pantai itu adalah lahan pertambakan kumuh.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Jepara Ir Sholih MM menargetkan pembangunan stadion baru itu akan kelar pada Juli 2008. ''Pertengahan Februari ini lelang proyek dilakukan. Prioritasnya memang bisa difungsikan untuk Superliga,'' katanya, Sabtu (2/2).
Konsentrasi penyempurnaan ada pada rumput stadion, penambahan tribune, lampu, jalan, serta infrastruktur pendukung di dalam stadion. GBK akan lebih terang dan rindang. Daya listrik yang akan dipasang mencapai 160.000 watt dengan biaya Rp 2 miliar, lebih besar dari Kamal Djunadi yang hanya 90.000 watt.
Di luar stadion, hutan kota telah ditanam sejak 2006. Agar kawasan bisa menjadi ruang publik untuk berolahraga dan santai, tahun ini kembali dianggarkan Rp 500 juta. Terdapat enam pintu masuk untuk penonton dan satu pintu utama untuk tim. Kamar ganti pemain, press room, dan ruang perangkat pertandingan ber-AC. Area parkir juga jauh lebih luas dari Kamal Djunaidi.
Dengan kapasitas sekitar 23.000 penonton, stadion baru itu lebih memungkinkan menampung pencinta bola Jepara yang diperkirakan membesar setelah ada di Superliga. Acapkali Kamal Djunaidi membuat nyali kecut, karena banyak penonton tak tertampung, sedangkan di dalam berdesakan.
Anggota Komisi D DPRD Masun Duri meminta pemerintah memperhatikan kualitas bangunan pada proyek penyempurnaan ini. ''Antisipasi konstruksi terhadap kemungkinan kisruh di stadion perlu diperhatikan, terutama untuk lalu lintas penonton,'' kata dia.
DPRD mencoret rencana beberapa proyek fisik lainnya yang belum mendesak dan dialihkan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat desa untuk mengimbangi aliran dana fisik stadion baru itu. Meski demikian, Kamal Djunaidi tidak akan menganggur.
Stadion di tengah kota itu bisa digunakan untuk arena kompetisi lokal, tim yunior, U-21, dan U-23 guna mencari bibit-bibit pesepakbola muda. Fokusnya untuk pembinaan.
Anggota Asosiasi Pelatih Jepara, Sholihul mengatakan, jangan sampai sarana pendukung ini tidak diimbangi dengan pembinaan berjenjang yang berkesinambungan. GBK bisa menjadi penanda era sekaligus napas baru Persijap, jika pembinaan dijalankan lagi tahun ini.
Bersama Kamal Djunadi, GBK itu benar-benar diharapkan menjadi rumah sepakbola Jepara. (Muhammadun Sanomae-46)